Share |

Saturday, February 5, 2011

DHARMARAJA LIANSHENG MENERANGKAN SUTRA ALTAR PATRIAK VI

Menyaksikan Sendiri Setiap Pikiran
Tidak Kehilangan Pikiran Sendiri


(Intisari Ceramah Dharmaraja Liansheng Pada Upacara Homa Ragavidyaraja Tanggal 8 Januari 2011 di Taiwan Lei Tsang Temple)

Kutipan SUTRA ALTAR PATRIAK VI minggu ini, "Begitu timbul satu pikiran jahat pada jati diri, sebab kebajikan selama selaksa kalpa pun lenyap; begitu timbul satu pikiran baik pada jati diri, kejahatan sebanyak pasir di Sungai Gangga pun berakhir. Hingga mencapai kebuddhaan mahatinggi, menyaksikan sendiri setiap pikiran, tidak kehilangan pikiran sendiri, dinamakan Sambhogakaya."

"Mengapa dinamakan Nirmanakaya berjumlah miliaran? Jika tidak merenungkan selaksa Dharma, sifat pada dasarnya ibarat angkasa, satu pikiran pertimbangan, disebut perubahan. Mempertimbangkan perbuatan jahat, berubah menjadi neraka; mempertimbangkan perbuatan baik, berubah menjadi surga. Mencelakakan berubah menjadi ular naga, welas asih berubah menjadi Bodhisattva, bijaksana berubah menjadi alam tinggi, bodoh berubah menjadi alam rendah. Jati diri berubah menjadi banyak, orang sesat tidak mampu introspeksi dan sadar, selalu berpikiran jahat, selalu berbuat kejahatan. Kembali ke satu pikiran baik, kebijaksanaan pun timbul, ini dinamakan Buddha Nirmanakaya jati diri."

※ ※ ※

Pertama-tama, kita sembah sujud pada guru silsilah Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Dezhung, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud pada Triratna Mandala, sembah sujud pada adinata homa Y.A. Ragavidyaraja.

Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat se-Dharma, selamat siang semuanya; ada lagi umat se-Dharma di internet, salam sejahtera semuanya. Tamu agung kita hari ini adalah Sdr. Er-shun Lu, bibi guru Guo-ying Lu dan paman guru, Prof. Xing-xiong Lin dari National Kaohsiung University of Applied Science Library, peraih medali emas Kompetisi Internasional Concours Grieg di Oslo, Norwegia Tahun 2010 Musikus Yi-fa Lin, ada lagi perwakilan Sdri. Ling-hua Li, anggota parlemen Kabupaten Nantou Zhuang Xu. Peraih medali emas mengatakan, "Khusus berterima kasih pada Mahaguru atas pemberkatan jamah kepala." Terima kasih kepada semua hadirin, semua umat se-Dharma, semua tamu agung yang mengikuti Homa Ragavidyaraja. (Hadirin tepuk tangan)



Sadhana Tantra ada yang dilambangkan dengan warna. Hari ini, kita didominasi warna merah, melambangkan cinta kasih; warna putih melambangkan tolak bala; warna kuning melambangkan kemakmuran – keuntungan bertambah; warna hitam dan warna biru melambangkan penaklukan. Keempat sadhana mahakarman, antara lain: tolak bala, kemakmuran, cinta kasih, dan penaklukan. Tolak bala didominasi persembahan warna putih; kemakmuran, didominasi persembahan warna kuning; cinta kasih, didominasi persembahan warna merah; penaklukan, didominasi persembahan warna hitam dan biru. Inilah pembagian warna-warna yang mendominasi untuk persembahan dan kostum dalam menekuni suatu sadhana. Dulu, saya sering memakai topi warna putih dan warna kuning, hari ini, khusus memakai topi warna merah muda, juga melambangkan cinta kasih; mengenakan jubah Dharma yang didominasi warna merah, juga melambangkan cinta kasih, semua ada lambang-Nya. Jika, lain kali kita mau mengadakan sadhana penaklukan, maka harus mengenakan topi Dharma warna hitam, saya punya satu topi Dharma warna hitam; menekuni sadhana cinta kasih, mengenakan topi Dharma warna merah.

Homa tadi, saya sendiri merasa sedang membentuk mudra. Namun, mudra itu dibentuk oleh Ragavidyaraja setelah saya menyatu dengan-Nya; (hadirin tepuk tangan) yakni saat memasuki diriku dan diriku memasuki, mudra yang Ia bentuk ada mudra yang memegang vajra dorje dan gantha, juga ada mudra yang memegang bunga dan tali, ada mudra yang memegang sebuah busur dan panah. Ragavidyaraja menarik panah dan busur, melepaskan 3 anak panah, satu anak panah memanah ke arah ini (Mahaguru menunjuk arah kiri), satu anak panah memanah ke arah tengah, satu anak panah lainnya memanah ke arah kanan. Saya mengerti maksud Ragavidyaraja, Ia menarik seluruh insan berlindung pada Buddhadharma dengan 3 anak panah. (Hadirin tepuk tangan) Oleh karena itu, ini tergolong cinta kasih universal.

Selain itu, ada lagi semacam cinta kasih kecil. Saat kita menekuni Sadhana Ragavidyaraja, visualisasi Ragavidyaraja membawa busur dan panah, panah ini bukan senjata tajam, melainkan seperti busur dan panah yang dipegang oleh Cupid -- dewa cinta dalam mitos Yunani, Ia terbang turun, bawa busur dan panah, memanah hati orang tersebut, panah itu tertanam di dalam hati orang itu, seketika, pasangan kita pun akan timbul semacam niat cinta terhadap kita, ini tergolong cinta kasih kecil; cinta kasih universal adalah seperti busur dan panah yang dipanah oleh Ragavidyaraja, menarik seluruh insan untuk datang berlindung pada Buddhadharma. Sama-sama semacam kekuatan, kekuatan cinta universal, kekuatan cinta kecil, dan berbagai macam kekuatan cinta, oleh karena itu, menekuni Sadhana Ragavidyaraja, bisa memperoleh kekuatan tersebut.



Anda visualisasi boy friend Anda di hadapan Anda, arahkan busur dan panah Ragavidyaraja ke hatinya, ia pun menjadi milik Anda; Anda visualisasi girl friend Anda di hadapan Anda, Anda menekuni Ragavidyaraja, arahkan busur dan panah Ragavidyaraja ke hatinya, panah tertanam di dalam hatinya, ia pun timbul semacam hasrat cinta terhadap Anda. Tantra kita ada dua yidam cinta kasih yang sangat terkenal, satu adalah Bhagawati Kurukulle, satu lagi lagi adalah Ragavidyaraja. Mahaguru berharap setiap umat bisa menekuni sadhana Ragavidyaraja, kemudian arahkan busur dan panah kita ke sahabat kita, agar mereka berlindung pada Buddhadharma. (Hadirin tepuk tangan)

Mengenai penekunan sadhana cinta kasih, saya telah tulis banyak di buku, ada sadhana melukis. Sadhana Ragavidyaraja ini, saya transmisikan di Hong Kong. Saat itu, dipimpin oleh Acarya Liandeng, saat itu, saya juga menerangkan Sadhana Busur dan Panah, juga menerangkan Sadhana Melukis, "sumbu" di dalam "putik" teratai, batang-batang kecil, "sumbu" teratai, "sumbu bunga" di dalam teratai merah yang sangat kecil, di dalamnya ada berbatang-batang "sumbu", gunting total 108 batang. Setelah digunting, gunakan benda itu untuk bersadhana, latih sampai sangat fokus, latih sampai Ragavidyaraja turun, memberkati "sumbu" putik teratai. Saat ini, masukkan 108 batang "sumbu bunga" ke dalam air teh lalu dimasak, setelah itu, berikan pada kekasih Anda untuk diminum, ia akan mencintai Anda 108 tahun. Kondisi ini sangat istimewa, ia mau mencintai Anda 108 tahun, tahun ke-109 tidak setia lagi, sadhana ini sangat istimewa. Namun, sadhana apapun, kunci utamanya adalah Ragavidyaraja turun memberkati, Kurukulle turun memberkati, sadhana apapun, supaya manjur, yidam harus turun memberkati. (Hadirin tepuk tangan)

Sadhana Tantra, bicara tentang yoga, yang paling penting adalah kontak yoga dengan yidam. Setelah kontak yoga dengan para yidam, jika yidam tolak bala, kita pun akan terhindar dari petaka; cinta kasih, kita telah kontak yoga, kita pun bisa menghasilkan cinta kasih, Dharmabala-Nya akan muncul; penaklukan, kita telah kontak yoga, maka menghasilkan kekuatan menaklukkan; kemakmuran, kita telah kontak yoga, maka menghasilkan kekuatan memakmurkan. Sadhana Tantra mengutamakan kontak yoga, jika kita mampu mengundang kehadiran Ragavidyaraja, berhasil menarik hati teman kita dengan busur dan panah, ia pun akan timbul cinta kasih terhadap kita, jika kita tidak kontak yoga, busur dan panah sembarang dipanah, sekalipun kita memanah dengan ribuan anak panah, puluhan ribu anak panah, hanya berubah menjadi "Kongming Pinjam Panah", tidak berguna sedikit pun, tidak berhasil memanah musuh! Jika benar-benar telah kontak yoga, satu anak panah saja cukup; jika benar-benar kontak yoga, di dalam putik bunga, "sumbu bunga" di dalam teratai pun manjur, inilah kekuatan Ragavidyaraja.



Sadhana Melukis, kita melukis Ragavidyaraja, kita melukis sambil visualisasi pasangan yang kita cintai, setelah selesai melukis Ragavidyaraja, dengan pikiran jernih, mengundang Ia turun, itulah Sadhana Melukis Ragavidyaraja. Ada Sadhana Panah dan Busur, ada "sumbu bunga", sadhana putik bunga ini sangat menakjubkan, hanya Tantra baru ada penekunan demikian.

Sesungguhnya, seperti cinta kasih, saya sendiri merasa, hidup ini! Suami istri mulai dari menikah pada usia muda, hingga tua, sepertinya, langgeng selamanya, suami istri selalu sangat mencintai, sungguh suatu hal yang tidak mudah. Lihatlah, sepasang suami istri yang menjadi bhiksu/ni hari ini, mereka adalah pasangan suami istri, mereka tidak mencatatkan perkawinan mereka, lebih baik memilih menjadi bhiksu/ni. (Hadirin tepuk tangan) Mereka dipanah oleh Ragavidyaraja tepat sasaran, ditarik berlindung pada Buddhadharma, oleh karena itu, suami istri pun benar-benar menjadi bhiksu/ni. Bhiksu/ni sekarang makin lama makin banyak, mengapa? Karena, jarang sekali ada suami istri yang benar-benar bisa rukun.

Ada sebuah joke, sepasang suami istri, sungguh sangat harmonis, dari muda menikah, bulan madu, hingga tua, mereka selalu bergandengan tangan, sangat mencintai. Seseorang meminta petunjuk sang suami husband, "Kalian suami istri mengapa begitu mencintai, begitu lama?" Sang suami berkata, saat bulan madu, ikut istri bertamasya ke Grand Canyon, kami berdua naik bagal, satu orang naik seekor bagal jalan-jalan di Grand Canyon. Bagal sang istri agak malas, naik sebentar lalu makan rumput di tepi jalan, tidak jalan lagi. Istrinya mengucapkan satu kata, "Sekali." Mereka berdua naik lagi, naik, naik, bagal tidak jalan lagi, istrinya pun berkata, "Dua kali." Naik sebentar, tak lama kemudian, bagal itu tidak jalan lagi, makan rumput di tepi jalan lagi. Sang istri pun turun dari bagal, lalu mengeluarkan sebuah pistol, "Phong!" Bagal itu dibunuh. Suaminya berkata, "Aduh! Mengapa kamu sekejam ini, membunuh bagal ini?" Istrinya tidak berkata apa-apa, lalu berkata, "Sekali." Sejak itu, suami itu pun mengerti, malah paham, sangat mengerti, sehingga mencintai sampai tua. Ini adalah cerita lucu yang sangat kejam. Ternyata, mengandalkan inilah pernikahan yang rukun bisa bertahan.

Hidup! Hidup kita sendiri sulit kita jamin, juga sulit menjamin jodoh pernikahan Anda, sulit menggenggam hati suami Anda, juga sulit menggenggam hati istri Anda! Sama saja. Selama apapun menikah, menikah 50 tahun, menikah 40 tahun, menikah 30 tahun, menikah 20 tahun, barangkali, pasangan Anda akan berkata pada Anda, "Anda sama sekali tidak mengerti saya." Menikah 50 tahun Anda juga tidak mengerti. Jadi, siapa mampu menjamin hati ini? Siapa mampu menjamin hati pasangan? Hemat kata, siapa mampu menggenggam hati insan? Anda bisa jamin ia setia selamanya? Dalam aspek Buddhadharma, dalam aspek kepercayaan, dalam aspek rumah tangga, dalam aspek pertemanan, dalam aspek individu, antar manusia, siapa mampu menjamin hati pasangan? Ini satu hal yang sangat sulit.



Sebagai Tantrika, kita harus menekuni Sadhana Kurukulle dan Sadhana Ragavidyaraja. Penekunan ini, menghasilkan Dharmabala cinta kasih terhadap kita, ada manfaatnya. Kalian jika mengidam-idamkan cinta kasih, jadikan Ragavidyaraja sebagai yidam, jadikan Kurukulle sebagai yidam. Seperti guru saya yang silam, Guru Thubten Dhargye, yidam-Nya adalah Bhagawati Kurukulle, Ia hanya menerima 200-300 murid, orang lain bertanya pada-Nya, "Anda menekuni Sadhana Bhagawati Kurukulle, Ia juga yidam, mengapa hanya menerima 200-300 murid?" Guru Thubten Dhargye menjawab, "Di antara murid saya, saya telah menerima seorang Sheng-yen Lu, maka saya pun memiliki 5 juta ditambah 200 murid." (Hadirin tepuk tangan) Memang benar yang dikatakan guru saya! Hanya menerima seorang murid Sheng-yen Lu saja, Ia pun memiliki 5 juta cucu murid, di sinilah manfaat menekuni Sadhana Bhagawati Kurukulle atau yidam cinta kasih.

Di Taiwan banyak seniman terkenal, artis terkenal, banyak seniman di berbagai negara di dunia, seniman yang sudah lanjut usia, dalam kehidupan sekarang, walaupun tidak menekuni sadhana cinta kasih, kehidupan lampaunya pasti juga menekuni sadhana cinta kasih. Sebagai presiden, dicintai massa, juga menekuni sadhana cinta kasih; seniman terkenal, juga menekuni yidam cinta kasih, ia baru bisa menjadi seniman yang sangat terkenal. Atau, saya dengar lagunya! Melihat pertunjukannya! Juga "mamate"! (Bahasa Kanton: biasa-biasa saja) Lagu yang dinyanyikan sebagian orang biasa lebih merdu daripada dia, namun, semua orang suka mendengar lagunya; pertunjukannya, juga biasa-biasa saja, semua orang suka menontonnya; ada sebagian bahkan jelek! Bukan karena "cakap" baru dicintai, "jelek" pun dicintai orang-orang, ini berarti ia menekuninya dalam kehidupan lampau. Saya justru sedang menjelaskan pentingnya menekuni sadhana ini.

Hari ini, kita lanjut lagi SUTRA ZEN PATRIAK VI (disebut juga Sutra Altar Patriak VI), Patriak VI bersabda, "Begitu timbul satu pikiran jahat pada jati diri, sebab kebajikan selama selaksa kalpa pun lenyap; begitu timbul satu pikiran baik pada jati diri, kejahatan sebanyak pasir di Sungai Gangga pun berakhir. Hingga mencapai kebuddhaan mahatinggi, menyaksikan sendiri setiap pikiran, tidak kehilangan pikiran sendiri, dinamakan Sambhogakaya." "Mengapa dinamakan Nirmanakaya berjumlah miliaran? Jika tidak merenungkan selaksa Dharma, sifat pada dasarnya ibarat angkasa, satu pikiran pertimbangan, disebut perubahan. Mempertimbangkan perbuatan jahat, berubah menjadi neraka; mempertimbangkan perbuatan baik, berubah menjadi surga. Mencelakakan berubah menjadi ular naga, welas asih berubah menjadi Bodhisattva, bijaksana berubah menjadi alam tinggi, bodoh berubah menjadi alam rendah. Jati diri berubah menjadi banyak, orang sesat tidak mampu introspeksi dan sadar, selalu berpikiran jahat, selalu berbuat kejahatan. Kembali ke satu pikiran baik, kebijaksanaan pun timbul, ini dinamakan Buddha Nirmanakaya jati diri."

Di sini, Ia bersabda, "Begitu timbul satu pikiran jahat pada jati diri, sebab kebajikan selama selaksa kalpa pun lenyap; begitu timbul satu pikiran baik pada jati diri, kejahatan sebanyak pasir di Sungai Gangga pun berakhir.", inilah peribahasa China -- "Letakkan golok penjagal, seketika mencapai kebuddhaan", yaitu "begitu timbul satu pikiran jahat pada jati diri, sebab kebajikan selama berlaksa kalpa pun lenyap; begitu timbul satu pikiran baik pada jati diri, kejahatan sebanyak pasir di Sungai Gangga pun berakhir" "Letakkan golok penjagal, seketika mencapai kebuddhaan", yaitu "begitu timbul satu pikiran baik, kejahatan sebanyak pasir di Sungai Gangga pun berakhir". Jadi, timbul satu pikiran baik, menjadi surga, timbul satu pikiran jahat, itulah neraka. Sabda-Nya sangat jelas.

"Pikiran", bisakah kita jamin? "Pikiran", sulit dijamin. Setiap pikiran kita adalah baik, dengan sendirinya naik ke Buddhaloka, dengan sendirinya surga; setiap pikiran adalah jahat, tentu saja neraka, setan kelaparan, hewan. Di sini, Patriak VI bersabda tentang pentingnya "pikiran", pentingnya "kekuatan pikiran". Oleh karena itu, di dalam SUTRA SATYA BUDDHA, saya menuliskan "Menjadikan tiada pikiran sebagai Buddharatna pencerahan sejati", maksudnya adalah sunyata, kita tidak boleh timbul "pikiran". "Baik" sama dengan surga, "jahat" sama dengan neraka, kita tidak baik maupun jahat, jati diri pun mencuat, kita pun menjadi Buddha, jadi, di sinilah arti dari "menjadikan tiada pikiran sebagai Buddharatna pencerahan sejati", arti "tiada kelahiran" juga di sini, sepenuhnya adalah efek "pikiran". Oleh karena itu, "menyaksikan sendiri setiap pikiran", setiap pikiran ini berarti banyak pikiran, kita mesti melihat pikiran sendiri yang tidak kehilangan jati diri yang semula, pikiran jati diri adalah Buddhata (sifat Buddha), itulah "Sambhogakaya" -- "Sambhogakaya yang sempurna".



Di sini juga tertulis, "Mengapa dinamakan Nirmanakaya berjumlah miliaran?" Apa yang dinamakan "Nirmanakaya yang berjumlah miliaran"? Kepercayaan manusia bermacam-macam, sekarang ada Agama Kristen, Agama Islam, Agama Katolik, Agama Buddha, bahkan ada Agama Yahudi, Agama Kristen Ortodoks, Agama Tao, bermacam-macam agama. Lantas, bisakah agama itu fokus? Melihat "setiap pikiran" sendiri. Ada agama yang begini, pikiran baik, naik ke surga, pikiran jahat, ke neraka, begitulah agama pada umumnya. Agama Buddha beda, bagaimana Ia mengajari kita? Ia mengajari kita melihat jati diri sendiri, melihat "pikiran" sendiri, mengamati jati diri sendiri lewat "pikiran" sendiri, apakah "setiap pikiran" kita bisa melihat pikiran sendiri? Maksud Patriak VI adalah, asalkan kita melihat pikiran sendiri, maka kita telah bersih sepenuhnya, di sini bicara tentang "bersih", "tidak memikirkan kebaikan, tidak memikirkan kejahatan" itulah "bersih". Teori yang disampaikan Agama Buddha beda dengan agama pada umumnya, agama pada umumnya hanya mengajari kita "berbuat baik", "jangan berbuat jahat", ini adalah dasar, setelah berbuat baik, masih harus melihat pikiran sendiri, ini justru sangat tidak mudah.

Banyak misionaris dari mancanegara datang ke Taiwan menyebarkan ajaran, seperti gereja akhir zaman -- Gereja Momen, memakai kemeja putih, celana hitam, bersepeda, dari rumah ke rumah, tekan bel, agama momen mengutus banyak misionaris keluar menyebarkan ajaran. Ada seorang misionaris Agama Momen, tekan bel rumah seseorang, "ning-nong", keluarlah seorang ibu, si ibu melihat berkemeja putih bercelana hitam, dan bersepeda, ia pun tahu itu Agama Momen. Si ibu berkata padanya, "Saya beragama Buddha." Maksudnya "saya percaya Buddha, tidak menganut agama lain lagi", si misionaris pun berkata, "Oh! Anda marga (kata "beragama" senada dengan "marga") Buddha, Nyonya Buddha, apa kabar! Bolehkah saya duduk di dalam?" Ini salah paham.

Untuk mempertahankan "pikiran" agama ini, manusia tidak cukup dengan "saya percaya Buddha" saja, tetapi harus melihat Buddha di dalam diri kita, Agama Buddha justru menghendaki kita melihat Buddha di dalam diri kita, baru disebut "Agama Buddha", demikian ajaran Buddha, kita harus melihat Buddha di dalam diri kita sendiri! Bukan "saya percaya Buddha", kita tidak cukup hanya percaya Buddha, kita harus melatih sampai bisa melihat setiap pikiran sendiri, jati diri sendiri -- Buddha pun bisa dilihat, Anda adalah "Buddha Sambhogakaya yang sempurna dan bersih". Pelatihan diri ini membutuhkan ketrampilan, bukan "saya percaya Kristus, saya pun memperoleh hidup yang kekal", "tidak percaya Kristus, maka jatuh ke neraka", bukan begitu. "Barangsiapa percaya padaku, memperoleh hidup yang kekal; barangsiapa tidak percaya padaku, turun ke neraka", tidak boleh begitu. "Barangsiapa berbuat baik, naik ke surga; barangsiapa berbuat jahat, turun ke neraka", arti yang lebih dalam dari Agama Buddha di dalam sabda Patriak VI, "Menyaksikan sendiri setiap pikiran, tidak kehilangan pikiran sendiri, dinamakan Sambhogakaya." Ini adalah sabda Patriak VI, tidak hanya naik surga dan turun neraka saja, tetapi melihat Buddhata sendiri.

Mengendalikan "pikiran" sangat sulit. Ada seorang gentleman -- priayi naik kereta api bersama seorang wanita duduk di dalam satu gerbong, gentleman ini sangat tampan dan gagah, begitu si wanita melihat, "Wah! Gentlemen yang begitu tampan dan gagah", ia belum menikah, ia pun berharap berteman dengannya. Mereka duduk di dalam satu gerbong, hanya berdua, just two people, tempat tidur mereka adalah ranjang, si pria tidur di sebelah sini, si wanita tidur di sebelah sana. Si wanita berkata pada si gentleman, "Saya merasa dingin sekali." Too cold, outside is cold, inside in the train, di dalam gerbong kereta api train, ia berkata, "Saya dingin sekali!" Priayi itu pun menanggalkan bajunya dan memakaikan pada si wanita, si wanita pun berkata, "Saya masih sangat dingin." Priayi yang tampan, gagah, dan muda lagi berkata padanya, "Kalau begitu, apa yang harus kulakukan? Anda sedingin itu, saya sudah menanggalkan baju untuk Anda pakai, Anda masih dingin." Si wanita berkata padanya, "Dulu, ketika saya dingin, ibu saya akan memeluk saya." Priayi itu berpikir sejenak, "Hm? Saya tidak mungkin dari kereta api mencari ibu Anda." Inilah "pikiran"! Sebuah "pikiran", si wanita punya pikiran ini; semoga gentleman -- pemuda yang tampan, gagah menjadi pacarnya. Sayang, priayi pria tersebut tidak ada pikiran ini, ia sudah berhasil melakukan tahap yang paling gentle (jantan), si priayi itu berkata, "Lagipula saya bukan ibumu, saya tidak mungkin turun kereta mencari ibu Anda untuk memeluk Anda." Inilah "pikiran", sebuah "pikiran", benar tidak? Si wanita ada pikiran ini, si pria tidak ada pikiran ini. Jadi, "pikiran" sangat penting.



"Kekuatan sebuah pikiran, disebut penjelmaan", ini sudah banyak dibicarakan. Ada sebuah pepatah mengatakan, "Manusia harus bertanggungjawab atas wajahnya sendiri." Setiap manusia harus bertanggungjawab atas wajahnya saat lanjut usia, mengapa? Karena pikiran Anda terus memikirkan yang jahat, ketika Anda sudah lanjut usia, memperlihatkan tampang jahat, paras sangat jelek. Anda lihat saja opera puppet, ketika penjahat keluar, wajah setiap penjahat dipahat sangat galak; ketika budiman keluar, wajah pun dipahat sangat bagus, sangat sopan, panca indera sangat manis dan cantik. Saat lanjut usia, jika paras Anda sangat ramah, berarti banyak pikiran baik; saat lanjut usia, paras Anda tidak ramah, sangat kasar, sangat galak, berarti Anda banyak pikiran jahat. "Wajah lahir dari hati"! Inilah prinsipnya. Tentu saja, kita tidak boleh mengatakan "Paras The Hunchback of Notre Dame tercipta dari pikiran jahatnya", bukan, dia itu pembawaan lahir. Tampang jahat pembawaan lahir itu tidak dapat diubah. Tampang baik pembawaan lahir, kita juga tidak bisa ubah. Jadi, ada satu pepatah lagi mengatakan, "Jangan menilai manusia dari parasnya, air laut tidak bisa ditimbang dengan timbangan." Benar tidak? Ada lagi sebuah pepatah, "Wajah lahir dari hati." Kita harus sering melihat wajah sendiri! Apakah ramah? Jika wajah kita ramah, kita akan menyeberangkan banyak insan; satu wajah galak keluar, Anda berkata, "Anda harus berlindung pada Buddha!" Orang lain pun kabur begitu melihat wajah Anda. Oleh karena itu, masalah "wajah", seharusnya masih masalah "pikiran", "pikiran" Anda juga sangat penting.

Patriak VI bersabda, "Satu pikiran pertimbangan, disebut perubahan", memang benar. Jika tidak ada pikiran, kita pun menjadi angkasa, angkasa bisa berubah-ubah menjadi berbagai makhluk. Ketika hati kita, berubah menjadi seperti angkasa, kita bisa berubah menjadi "Buddha yang berjumlah miliaran." Bagaimanakah "Buddha yang berjumlah miliaran" itu menjelma? Yakni hati kita berubah menjadi angkasa. Saya pernah menerangkan tentang satu titisan di luar tubuh, yakni visualisasi di dalam nadi tengah kita, ada yidam kita, kemudian kita keluarkan yidam dan saling menyatu dengan sinar bintang di langit, kita berubah menjadi sebanyak bintang, ini disebut sadhana "Titisan di luar tubuh". "Buddha yang berjumlah miliaran" ini dijelmakan dari "pikiran" kita. Inilah sabda Patriak VI.

"Mencelakakan berubah menjadi ular naga", Anda berniat mencelakakan orang lain, maka berubah menjadi ular naga; Anda berhati welas asih, maka berubah menjadi Bodhisattva. Welas asih berarti Bodhisattva, mencelakakan berarti ular naga; lihatlah, ular itu sangat ganas, jika sering berniat mencelakai orang lain, kelak bereinkarnasi menjadi ular berbisa. Hemat kata, jika kita sering berhati welas asih, kelak adalah Bodhisattva. Patriak VI di sini mengatakan, di sini juga ada sebab akibat, kita bijaksana, maka akan ke alam tinggi; kita bodoh, maka menjadi hewan, Patriak VI bersabda, semua ini adalah karma.

Di Rumah Sakit Jiwa (RSJ), ada seorang penderita sakit jiwa pria berkata pada penderita sakit jiwa wanita, "Ada satu hal yang ingin saya beritahu Anda." Penderita sakit jiwa wanita pun bertanya padanya, "Hal apa?" Ia berkata, "Ini rahasia, rahasia yang sangat rahasia." Ia berkata, "Mengapa Anda mau memberitahu saya?" "Karena saya hanya mau Anda sendiri saja yang tahu." Penderita sakit jiwa pria berkata, "Saya adalah putra Bodhisattva." Si wanita pun menjawabnya, "Brengsek!" Bukankah ini kata kasar! "Kapan saya melahirkan anak seperti Anda?" Ternyata si penderita sakit jiwa wanita itu mengira dirinya adalah Bodhisattva.

Bodhisattva itu tidak perlu dipikirkan, apakah Anda putra Bodhisattva? Kadang-kadang, banyak penderita sakit jiwa mengaku dirinya Matsu, Paus, presiden, Bodhisattva, ada yang mengaku dirinya Buddha, ia adalah Tuhan, setiap orang sangat agung, setiap penderita sakit jiwa sangat agung. Mahaguru sekarang sangat kerdil. Saya merasa, di antara kita yang mengira dirinya sangat agung, gawat, semua seperti penderita sakit jiwa, ada yang mengaku inkarnasi Buddha Sakyamuni, Mahaguru harus mahanamaskara, wanita bahkan harus menggelar rambutnya ke tanah membiarkannya lewat, bahkan harus mempersembahkan seluruh harta kekayaan sendiri kepadanya, karena ia adalah inkarnasi Buddha Sakyamuni. Kita tidak bisa berbuat apa-apa, kita sudah bertemu, apa boleh buat? Lebih baik menyerah. Di dalam RSJ banyak penderita sakit jiwa demikian.



Ada seseorang, menjuluki dirinya Paus, kepala RSJ berkata pada "Paus" tersebut, "Saya sudah begitu lama mengobati Anda, apakah Anda masih Paus?" Ia berkata, "Saya masih paus." "Siapa angkat Anda menjadi Paus?" "Tuhan! Tuhan angkat saya menjadi Paus!" Di samping kebetulan ada seorang penderita sakit jiwa sedang lewat, ia berkata, "Saya tidak pernah angkat Anda." Kadang-kadang, saya seperti kepala di dalam RSJ, karena, saya bertemu banyak kasus serupa, saya merasa, sebagian umat Zhenfo Zong setelah terjun ke masyarakat, malah menjadi inkarnasi Bodhisattva Maitreya, inkarnasi Buddha Sakyamuni, inkarnasi yidam mana, banyak sekali! Sekarang inkarnasi bocah juga sangat banyak, banyak sekali, tak terhitung. Apa-apain ini? Saya menerima begitu banyak penderita sakit jiwa.

Patriak VI bersabda, yang terpenting adalah "pikiran" bukan "teori di mulut". Jadi, menurut-Nya, "Mencelakakan berubah menjadi ular naga, welas asih berubah menjadi Bodhisattva'; bijaksana, tiba di 4 alam suci, tingkatan alam tertinggi; bodoh, berubah menjadi alam hewan. Buddhata manusia itu sendiri berubah-ubah menjadi banyak, orang yang sesat, tidak bisa cerah, tidak bisa sadar, tidak bisa introspeksi diri "selalu berpikiran jahat, selalu berbuat kejahatan. Kembali ke satu pikiran baik, kebijaksanaan pun timbul, ini dinamakan Buddha Nirmanakaya jati diri." Surga, neraka, ular naga, alam tinggi, dan segala perubahan yang terjelma, sepenuhnya dihasilkan dari pikiran Anda sendiri, sepenuhnya dihasilkan dari pikiran kita.

Kadang-kadang! Saya juga agak putus asa terhadap insan! Terhadap umat, kadang-kadang juga bisa putus asa! Umat yang baik masih banyak! Namun, juga banyak umat membuat Mahaguru sangat putus asa, ada semacam perasaan putus asa. Dari dalam pikiran jahat, kita mesti berpikiran baik, dari pikiran baik kemudian memperoleh kebijaksanaan, ini sangat penting. Mahaguru bukan melarang Anda berbuat baik, bukan, sama sekali bukan. Mahaguru mengajari Anda, "Jangan berpikiran jahat, berpikirlah yang baik". Setelah ada pikiran baik, harus ada hati yang welas asih, menempuh jalan Bodhisattva, inilah "berbuat baik", kemudian, dari menempuh jalan Bodhisattva, menghasilkan kebijaksanaan yang sangat tinggi. Kebijaksanaan yang sangat tinggi ini membuat kita menjadi Buddha, Bodhisattva, Pratyeka, dan Sravaka, inilah alam tinggi. Bukan surga, karena kita berbuat baik, hanya bisa ke surga, setelah karma baik telah habis, masih akan jatuh, masih akan jatuh ke neraka, inilah sebab akibat.

Oleh karena itu, kita harus mengembangkan Bodhicitta, dari dalam berbuat baik, kemudian mendapatkan kebijaksanaan Tathagata sejati. Inilah kebenaran pertama "Zen", dengan kata lain, pencerahan, memahami hati dan menyaksikan Buddhata, inilah kebijaksanaan yang tertinggi, Anda memperoleh kebijaksanaan, baru bisa "berubah menjadi alam tinggi". Anda bodoh, Anda pun menjadi hewan, Anda ada niat mencelakai, maka menjadi neraka. Anda ada pikiran baik, tidak lebih dari naik ke surga, Anda mesti mendapatkan kebenaran pertama sejati di dalam Agama Buddha -- kebenaran pertama yang diajarkan Buddha Sakyamuni dan seluruh Buddha kepada kita. Anda bisa mencapai pencerahan, bisa menyaksikan Buddhata, memahami hati dan menyaksikan Buddhata, itulah kebenaran pertama yang sejati, saat ini, Anda baru bisa menjadi Tathagata yang tak tergoyahkan, berubah menjadi Buddha yang abadi, Bodhisattva yang abadi, Pratyeka yang abadi, Sravaka yang abadi, ini yang hanya bisa diperoleh lewat memahami hati dan menyaksikan Buddhata. Agama pada umumnya, hanya bisa sampai ke surga dan neraka saja. (Hadirin tepuk tangan) Di sini, saya jelaskan panjang lebar, karena kita harus tahu apa itu surga, apa itu neraka, apa itu alam tinggi, itu beda. Kita harus memiliki kebijaksanaan atau prajna, baru bisa sampai alam tinggi; Anda berbuat baik, bisa ke surga, Anda berbuat jahat, maka akan ke neraka. Namun, untuk ke alam tinggi, mesti memiliki prajna, kebijaksanaan memahami hati dan menyaksikan Buddhata, inilah yang mau saya ajarkan pada Anda semua.

Yang namanya "putus asa", cerita lucu yang ditulis Chuan-fang Chen, apa yang dinamakan putus asa? Ketika Anda menyantap menu pertama, Anda berkata, "Di kolong langit ini mana ada makanan yang begitu tidak enak?" Kemudian, dihidangkan menu kedua, orang ini pun berkata, ini bukan memaki orang, kan? Di dalam cerita lucu tak disangka tertulis satu kata, yaitu "Kao" dari kata "Kao-shan" (beking), di Amerika Serikat saya tidak tahu apa itu "Kao" dari kata "Kao-shan", kembali ke Taiwan baru tahu apa itu "Kao". Ia berkata, "Kao! Memang benar-benar ada!" Menu kedua juga sangat tidak enak, Chuan-fang Chen mengatakan inilah keputus-asaan. Setiap pikiran adalah jahat, setiap pikiran adalah tidak benar, benar-benar putus asa yang luar biasa, sungguh putus asa, tidak ada satu pun yang baik.



Tantra ada sila, sila Tantra -- "Sila Vajra", "Guru Pancasika", "14 Sila Dasar Tantrayana", "Sila Bodhisattva", ketiga sila ini sangat penting, ketiganya digabungkan disebut "Sila Vajra". Umat Buddha harus menaati "Sila Vajra" ini, kita tidak menaati "Sila Vajra", maka akan jatuh. "Empat Belas Kejatuhan Dasar Tantrayana", semoga setiap dari kalian, setiap acarya keluar membabarkan Dharma, lebih dulu jelaskan "Empat Kejatuhan Dasar Tantrayana", lebih dulu jelaskan "Guru Pancasika", lebih dulu jelaskan "Sila Bodhisattva", inilah "Sila Vajra"! Bila dilanggar, jatuh ke neraka Vajra. Mengapa belajar Tantra begitu lama masih tidak mengerti apa yang dinamakan "14 Kejatuhan Dasar Tantrayana", inilah putus asa.

Umat yang belajar Tantra, umat yang bersarana, harus mengerti "Guru Pancasika", "14 Kejatuhan Dasar Tantrayana". Kalian Acarya! Bhiksu/ni Lama! Dharmacarya! Keluar membabarkan Dharma, harus lebih dulu jelaskan "14 Kejatuhan Dasar Tantrayana", itulah "Sila Vajra", harus dijelaskan, agar semua orang tahu sekeras inilah sila Tantra. Om Mani Padme Hum.

No comments:

Followers